بسم الله الرحمن
الرحيم
PANDUAN MENGHAFAL AL-QUR’AN
MA’HAD AL-ASKAR LI TAHFIZH AL-QUR’AN BOGOR
MUQADDIMAH
Siapa yang tidak mau hafal
al-Qur’an. Penulis yakin, semua orang mukmin tentu sangat menginginkan bisa
hafal al-Qur’an, karena al-Qur’an adalah cita-cita mereka yang paling tinggi.
Telah banyak ayat-ayat dalam al-Qur’an yang menjelaskan keutamaan para
penghapal al-Qur’an, dan telah banyak pula riwayat hadits dari Nabi SAW yang
menceritakan fadhilah-fadhilah menghafal al-Qur’an. Sehingga, sejak
zaman diturunkannya sampai kini, telah lahir ribuan hafizh dan hafizhah yang
tersebar di negeri-negeri kaum muslimin. Lembaga-lembaga tahfizh didirikan, dan
buku-buku ditulis untuk memberikan motivasi, metode, dan tips menghafal
al-Qur’an dalam rangka mencetak generasi-generasi huffazh yang tak lekang oleh
zaman yang kian suram. Keberadaan mereka di akhir zaman laksana bintang-bintang
yang bersinar di tengah kegelapan malam.
Di balik kemudahannya untuk
dihafal, al-Qur’an mempunyai cara tersendiri untuk menguji keikhlasan para
pembaca dan penghafalnya. Dan di balik ujian ini, setan turun tangan, agar
mereka tidak mampu bersabar menghadapi ujian itu. Pada masa-masa ujian itu,
lembaga tahfizh yang dipilihnya kadang tidak lagi dapat membantunya, aneka tips
dan metode yang tertulis dalam ratusan buku kadang tidak besar lagi
pengaruhnya. Ingat, dalam kondisi seperti itu, tidak salah menggantungkan
keadaan kepada lembaga, metode, dan tips, tetapi alangkah baiknya apabila
menggantungkannya kepada al-Qur’an itu sendiri. Al-Quran adalah lembaga,
al-Quran adalah metode, dan al-Quran adalah tips. Karena itu, melalui tulisan
ini, penulis ingin berbagi pengalaman sewaktu penulis menghapal al-Quran dan
bagaimana langkah-langkah penulis dalam menghadapi ujian-ujian yang disuguhkan oleh
al-Quran, mulai dari awal hingga akhir.
Untuk lebih akrab, penulis
memilih meyajikan tulisan ini dengan bahasa sehari-hari, karena tulisan ini
tidak untuk dibaca seperti buku pada umumnya. Tetapi sekedar curhat yang
sewaktu-waktu dapat di buka untuk memperbaharui semangat. Karena itu,
tinggalkanlah tulisan ini, jika ternyata dengan membacanya, waktu menghapal
anda menjadi terganggu. Maka, seiring tangan menghulurkan, semoga Allah SWT
melahirkan banyak huffazh melalui tulisan ini, dan menghantarkan kami (penulis,
istri, orang tua, karib kerabat, dan guru-guru) kepada keridhoanNya. Seandainya
terdapat salah dalam tulisan ini, kiranya pembaca sudi meluruskannya, memaafkan
kekhilafan penulis, dan memintakan ampunan kepada Allah SWT untuk penulis. Yang
benar dari Allah SWT, dan yang salah dari kealfaan penulis. Wa Billahit
Taufiq.
Bogor, 29 April 2012
Pembina Ma’had AL-ASKAR
I.
METODE TAHFIZH AL-QUR’AN MA’HAD AL-ASKAR
Dalam menghafal al-Qur’an setidaknya dibutuhkan
kiat-kiat atau langkah-langkah khusus yang harus menunjang setiap orang yang
hendak menghafal al-Qur’an untuk dijadikan sebagai acuan dalam menghafal al-Qur’an.
Hal ini diperlukan agar diharapkan dapat memudahkan setiap orang yang hendak
menghafal al-Qur’an dalam menghafalkannya. Dalam hal ini, ma’had AL-ASKAR mencoba
untuk membuat dan menerapkan metode khusus mudah menghafal al-Qur’an kepada
setiap santri yang masuk ke Ma’had AL-ASKAR. Di antaranya :
A. Fase I’dad (persiapan)
Sebelum Menghafal al-Qur’an
I’dad artinya persiapan yang
harus terpenuhi sebelum melakukan proses menghafal, karena menghafal al-Quran
itu merupakan sesuatu yang besar dan tidak mudah. Persiapan ini sangat penting
untuk menghindari terjadinya sesutuu yang tidak diinginkan pada saat proses
menghapal berlangsung, karena layaknya sebuah tugas besar, dalam menghapal
al-Quran sudah dipastikan akan banyak sekali gangguan, rintangan, hambatan,
cobaan, dan godaan yang menghadang, khususnya pada pertengahan kedua. Dengan persiapan
yang matang, segala bentuk rintangan tidak akan pernah menggoyahkannya sedikit
pun. Karenanya pula, peroses menghapal akan menjadi terasa lebih mudah dan
ringan. Dalam fase I’dad (persiapan) ini, terdapat beberapa hal yang harus
dipenuhi. Di antaranya :
1. Menumbuhkan
Kecintaan, pengagungan dan keyakinan terhadap al-Qur’an
Segala sesuatu harus dimulai
dengan cinta, karena cinta akan membawa kepada keyakinan, pengagungan,
perjuangan, pengorbanan, kepatuhan, dan usaha tanpa pamrih, sehingga segala
sesuatu yang besar akan tampak kecil, dan segala sesuatu yang berat akan terasa
ringan. Misalnya, seorang laki-laki yang sedang dilanda cinta kepada seorang
perempuan. Untuk merealisasikan cintanya, tentu apapun cara akan ditempuhnya,
meskipun nyawa menjadi taruhan. Capek, sakit, lapar, dan getir tidak akan
dirasakannya lagi, karena dia yakin akan manisnya hasil akhir dari
perjuangannya itu. Ketika kita bisa melakukan hal itu untuk seseorang yang kita
cintai padahal itu tidak sepenuhnya benar, kenapa kita tidak bisa melakukannya
untuk al-Qur’an, padahal itu cinta hakiki, karena merupakan perwujudan cinta
kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang merupakan puncak dari segala cinta.
Cinta al-Quran bisa muncul
kapan saja dan di mana saja. Dan untuk memupuk cinta itu kita harus mengetahui
dan mengenal al-Quran lebih dekat, juga hati kita harus senantiasa
yakin bahwa:
a. Al-Qur’an
adalah kalamullah Yang Maha Agung, Maha Suci, Maha Indah, dan Maha Besar di
atas segalanya, sehingga tidak ada lintasan sedikitpun adanya sesuatu yang terkesan
melebihi al-Qur’an
b.
Al-Qur’an dapat memberikan segalanya, mewujudkan aneka
macam harapan dan cita-cita, satu-satunya sumber kesuksesan dan kebahagiaan,
dan memberikan syafaat di akhirat
c.
Menghapal al-Qur’an merupakan tugas suci dan mulia, yang
menjadikan penghapalnya disejajarkan dengan malaikat dan dikabulkan doa
d.
Al-Qur’an dimudahkan oleh Allah SWT untuk dihafal, dan
Allah SWT akan memberikan kemudahan bagi orang yang serius menghafalkannya.
Pengetahuan tentang al-Quran
bisa langsung didapatkan dari membacanya setiap hari, hadits-hadits Nabi yang
menceritakan fadhilah-fadhilahnya, dan informasi dari ustadz-ustadz, guru-guru,
dan lain sebagainya. Upayakan dengan semaksimal mungkin untuk mendapatkan
pengetahuan itu agar cinta ini semakin betambah dan tidak tergoyahkan. Juga,
jangan lupa berdoa kepada-Nya yang di tangan-Nya tergenggam segala cinta.
2. Menumbuhkan
keinginan dan cita-cita untuk menjadi seorang hafizh al-Qur’an
Yang dimaksud cita-cita disini
adalah keinginan yang begitu besar dan kuat untuk menghafal al-Qur’an hingga
mengalahkan keinginan-keinginan yang lain. Cita-cita berawal dari cinta dan
ketertarikan. Bayangkan, misalnya suatu ketika kita sangat ingin buah nangka,
tapi kita tidak bisa mendapatkannya karena uangnnya tidak cukup atau barangnya
tidak ada. Tentu buah nangka itu akan terus mengganggu pikiran hingga tidak
nyenyak tidur, lalu semua upaya dan kemampuan pun dikerahkan untuk
mendapatkannya. Biasanya hal ini terjadi pada anak-anak, atau perempuan yang
sedang ngidam. Artinya, keinginan menghafal al-Qur’an itu harus
sedemikian besar dan kuat seperti anak-anak menginginkan sesuatu dan perempuan
yang sedang ngidam. Atau lebih dari itu, kita sebisa mungkin harus
menganggap membaca al-Qur’an sebagai kebutuhan primer, bahkan lebih. Coba lihat
orang yang sudah sangat lapar ketika melihat makanan, atau orang yang sudah
tidak kuat hendak buang air besar, tentu tidak akan bisa ditahan. Ditahan-tahan
pun akan keluar juga. Nah, keinginan menghafal al-Qur’an harus sampai ketingkat
itu, tidak dapat ditahan lagi.
Cita-cita yang tinggi dan cinta
kepada al-Qur’an harus ditanamkan kepada anak-anak sejak dini dengan cara
memperkenalkannya, menceritakan keistimewaan-keistimewaanya,
keutamaan-keutamaanya, dan kelebihan-kelebihannya, baik dalam bentuk pesan-pesan
sederhana, maupun cerita orang-orang shalih terdahulu yang berinteraksi
dengan al-Qur’an, sehingga anak-anak mempunyai kontak psikilogis yang baik
dengan al-Qur’an sejak dini.
3. Menbangun
dan menata niat serta motivasi dalam jiwa untuk menghafal al-Qur’an
Niat artinya kebulatan hati
yang tidak dapat diganggu-gugat untuk menghapal al-Qur’an bersamaan dengan
melakukankannya. Tanda-tanda niat yang kuat adalah tidak berubah meskipun
keadaan serba tidak mendukung. Misalnya orang tua tidak mendukung, waktu yang sempit
karena berbenturan dengan kegiatan lain yang menumpuk, kekurangan biaya, dihina
orang, sering sakit, dan IQ yang standar.
Niat yang menggebu-gebu tidak
sepenuhnya benar apabila tidak disandarkan kepada keikhlasan. Niat yang benar
dalam menghafal al-Qur’an adalah kebulatan hati untuk menghafal dengan tujuan
mengharap keridhoan Allah SWT, pahala dari-Nya, dan ampunan-Nya. Karena
perjalanan dalam manghafal al-Quran tidak selamanya mulus, kadang ada kesulitan
yang benar-benar sulit dan tidak dapat dipecahkan dalam waktu yang singkat,
biasanya, dalam menghadapinya, semangat akan berkurang karena mungkin ada rasa
kecewa dalam kondisi fisik yang lemah dan otak yang kelelahan. Tetapi kalau
niatnya lillahi ta’ala,tentu hal semacam itu tidak seharusnya
terjadi. Coba renungkan kata-kata al-Ghazaly di bawah ini:
“Aku menuntut ilmu bukan untuk
Allah, tetapi ilmu tidak mau kecuali untuk Allah”
4. Berusaha
untuk memperbaiki bacaan (tahsinul Qira’at)
Salah satu masalah besar dalam
menghapal al-Qur’an adalah bacaan yang belum baik. Orang yang membaca al-Qur’annya
belum baik relative lebih lambat hapalannya dari pada orang yang sudah baik.
Belum baik membaca al-Qur’an maksudnya adalah:
a.
Belum bisa membaca al-Quran sama sekali, disebabkan belum
belajar membaca akibat masih anak-anak, tidak ada guru, atau tidak mau belajar
b.
Belum lancar membaca al-Quran, disebabkan jarang
membacanya, belum terbiasa, atau tidak serius belajarnya
c.
Belum benar membaca al-Qur’an dari segi tajwid dan
makharuj hurufnya, disebabkan belajar tanpa guru atau tidak selesai belajarnya.
Oleh karena itu, sebelum
melangsungkan kegiatan menghapal berusahalah semaksimal mungkin untuk
memperbaiki bacaan dengan cara belajar yang benar kepada guru yang benar sampai
selesai, dan memperbanyak membacanya pagi dan petang. Mungkin ini akan
berlangsung lama sesuai besik yang pernah dimiliki.
Untuk anak-anak, seiring dengan
belajar tahsin, proses menghapal, khususnya surat-surat pendek, sangat baik
dimulai sejak dini meskipun belum bisa membaca al-Qur’an. Kegiatan ini bisa dilakukan
langsung oleh orang tuanya, atau orang yang diserahi amanah untuk mendidiknya,
juga dapat dibantu dengan pemutaran kaset murattal secara rutin dan
teratur. Tanamkan kepada anak-anak kecintaan kepada al-Qur’an sedini dan sebisa
mungkin agar tumbuh dengan qalbu qurani.
5. Menggunakan
mushaf al-Qur’an tertentu
Di Indonesia, bahkan di dunia,
pada umumnya menghafal al-Qur’an dilakukan dengan menggunakan mushaf.
Kecuali di sebagian negeri-negeri kaum Muslimin di Afrika seperti Maroko dan
Libya, di sana mereka menghafal al-Qur’an dengan menggunakan sebuah papan. Ayat
yang hendak dihapal, mereka tulis di papan tersebut, dan tidakdihapus kecuali
telah benar-benar hapal. Di bagian bumi lain, ada yang menggunakan kaset,
isyarat gerak, dan computer. Namun apa pun bentuknya, mushaf mutlak
diperlukan.
Menghafal al-Qur’an dengan
menggunakan mushaf dipandang efektik, karena biasanya menghafal itu
lebih mudah dilakukan dengan cara melihat, karena mushaf dapat
menampilkan gambar yang asli, mudah ditandai dalam setiap lembarnya, dan mudah
dirujuk kembali ketika, misalnya, ada yang lupa. Hal ini menuntut
agar proses menghafal dilakukan dengan menggunakan satu jenis mushaf.
Tidak boleh berganti-ganti. Karena akan menimbulkan kekeliruan, dan kekacauan
gambar yang telah terekam di otak akibat letak dan posisi ayat yang tidak sama.
Dalam memilih dan
menentukan mushaf, sebaiknya perpegang kepada mushaf yang
setiap sudut dari setiap lembarnya merupakan penutup ayat, atau dinamakan mushaf
sudut.Mushaf sudut ini ada yang satu juz-nya sepuluh lembar,
dan ada yang delapan lembar. Dan biasanya, yang umum digunakan adalah mushaf
yang satu juz-nya sepuluh lembar. Kemudian pilihlah mushaf sudut yang
ditulis dengan Rasm Utsmani, seperti mushaf yang
diterbitkan oleh Kerajaan Arab Saudi. Dengan itu, diharapakan lebih banyak
berkah dan nilainnya di sisi Allah SWT.
6. Menentukan
waktu dan tempat menghafal al-Qur’an
Kapan menghafal
al-Qur’an? Kalau
pertanyaan ini diartikan harus sejak kapan mulai menghafal al-Qur’an? Maka
jawabannya, sedini mungkin. Dan manfaatkan masa muda, jangan
menunda-nunda. Sampai kapan?. Ya, sampai hafal semuanya. Tidak
ada kata terlambat untuk menghafal al-Qur’an. Seandainya ada orang yang mau
menghafal al-Qur’an, tapi umurnya hanya tersisi satu menit lagi, maka mulailah
menghapal. Tentu, di sisi Allah, yang satu menit ini lebih baik dari pada
seluruh umurnya.
Namun, yang dimaksud waktu di
sini ini bukan itu, tetapi saat-saat yang baik digunakan untuk menghafal.
Secara umum waktu terdiri dari siang dan malam. Dan kita, Umat Muslim, telah
mengetahui waktu-waktu tertentu untuk mendirikan shalat yaitu shubuh, zhuhur,
ashar, maghrib, dan isya. Sebenarnya, setiap bagian dari siang dan malam,
sepenuhnya mendukung terselenggaranya proses menghafal dengan baik, tapi kadang
kondisi kita sendiri yang kurang mendukungnya di waktu-waktu tertentu. Jadi
yang ditekankan di sisni adalah harus ada pengaturan waktu sesuai dengan
kesibukan yang ada. Kemudian membuat target sesuai kemampuan yang dimiliki, mau
berapa lama sampai khatamnya. Setelah itu bisa diperkirakan seharinya harus
dapat berapa lembar agar khatam sesuai target.
Pada dasarnya waktu menghapal
itu kapan saja, mungkin masing-masing orang akan berbeda. Tapi yang harus
ditekankan, waktu menghafal harus lebih banyak dari waktu tidur. Misalnya,
rata-rata maksimal tidur setiap orang adalah 8 jam, maka waktu menghafal pun
jangan kurang dari 8 jam, bahkan harus lebih. Sebisa mungkin
pergunakanlah waktu panjang, yaitu waktu antara shubuh dan zhuhur,
dan waktu antara isya dan shubuh. Menghapal jangan menunggu mmud,
karena mmud itu tidak selamanya ada. Bisa jadi seharian mmud itu
tidak datang-datang, sedangkan waktu terus berjalan. Usahakan bangun malam
secara rutin tiap hari, dan manfaatkan waktu sebelum dan sesudah shalat fardhu.
Selain waktu, tempat juga
sangat mempengaruhi baik dan buruk terselenggaranya kegiatan menghafal. Tempat
dapat berarti rumah, masjid, dan sebuah lembaga pendidikan semacam pesantren.
Atau lebih khusus lagi, tempat dapat diartikan lokasi tertenftu tempat
melangsungkan kegiatan menghaal. Bisa jadi, bagi sebagian orang, suatu lokasi
terasa enak dijadikan tempat melangsungkan kegiatan menghafal, dan bagi yang
lain, tidak. Dan bisa jadi berpindah-pindah setiap saat. Misalnya, di
pesantern, biasanya santri menghafal di dalam masjid, tapi kadang ia lebih enak
menghafal di asrama, aula, majlis, halaman pesantren, lokasi tertentu di
sekitar pondok, atau sambil berjalan.
Dari tempat-tempat yang telah
disebutkan di atas, tempat dalam pengertian pesantren atau lembaga khusus
tahfizh al-Qur’an adalah yang paling penting diperhatikan. Dalam menghafal
al-Qur’an kadang harus ada hijrah atau belajar keluar. Kalau lingkungan rumah
kondusif, mungkin kegiatan menghafal dilakukan cukup di rumah, tidak harus
mesantren keluar. Tapi kalau tidak kondusif, biasanya kegiatan menghapal akan
sulit dilakukan, kecuali harus keluar. Meskipun sebetulnya, kondusif dan
tidaknya suatu tempat untuk melangsungkan kegiatan menghafal ditentukan oleh
diri sendiri. Oleh karenanya, setelah niat menghafal begitu kuat, tentukan
pasantren atau lembaga tahfizh mana yang akan dipilih. Tetapi harus konsisten,
ketika telah memilih sebuah pesantren, jangan karena alasan tidak betah dan ini,
itu, lantas keluar lagi sebelum target tercapai. Karena kalau
memandang kehidupan pesantren dengan keinginan hati, maka akan banyak sekali
ketidakcocokan di pesantren mana pun kita masuk.
Pesantren memang perlu, tapi
hal ini jangan dijadikan alasan untuk tidak menghafal manakala pesantren yang
dihendaki sulit didapatkan. Misalnya, tidak ada biaya, orang tua tidak
mengizinkan, atau memang tidak ada yang cocok. Menghafal harus tetap berjalan
ketika niat telah bulat, jangan menunggu masuk pesantren yang belum diketahui kapan.
Kalau telah mulai mengahafal, kemudian misalnya, kesempatan masuk pesantren
yang dikehendaki itu ada, maka tinggal melanjutkan saja. Dan seandainya
kesempatan itu tidak ada juga jangan sampai kegiatan menghapal selesai, maka
buat apa masuk pesantren, kan al-Quran-nya juga sudah hapal,
bukannya masuk pesantren itu buat menghapal?. Tapi kalau ada kesempatan,
meskipun sudah hapal juga, masuk pesantren tetap perlu, karena kalau menghapal
tanpa guru, biasanya ada saja yang salah.
7. Menghafal
dihadapan guru (Mursyid)
Mursyid adalah orang yang
membimbing dalam menghafal, dan tentunya juga harus hafizh. Bimbingan yang
dilakukan oleh mursyid biasanya dalam bentuk menerima setoran
hafalan, mengontrol dan mengkondisikan hafalan, memberikan saran, nasihat,
arahan, dan motivasi, dan memeriksa bacaan. Maka dengan adanya mursyid kegiatan
akan berlangsung dengan kontinyu dan dinamis.Selamat menghapal……………!
B. Fase Proses dan Tata
Cara Melangsungkan Kegiatan Menghafal al-Qur’an
Setiap orang mungkin berbeda
dalam metode dan cara menghafal. Namun secara umum, menghafal al-Qur’an dapat
diartikan sebagai proses atau kegiatan memasukan ayat-ayat al-Qur’an ke dalam
hati dan terus memeliharanya. Proses ini membutuhkan kerjasama yang solid
antara otak, indra penglihatan atau pendengaran, hati, dan lidah. Pemusatan
terpadu antara otak, mata, hati, dan lidah ini penulis namakan dzikir.
Hal ini sangat menentukan, artinya, ketika ketiganya tidak bekerja dengan
kompak, maka proses ini akan berlangsung dengan lambat, atau bahkan gagal.
Adapun langka-langka yang harus
diperhatikan oleh setiap santri dalam melangsungkan proses menghafal adalah :
1.
Konsentrasi (Pemusatan terpadu antara otak, mata, hati, dan lidah
disebut dengan metode dzikir). Metode ini dapat dicapai dengan :
a.
Terlebih dahulu, kosongkan pikiran dan konsentrasi.
Tenang, ambil posisi yang tepat, tangan memegang mushaf dengan
penuh pengagungan dan dalam keadaan suci. Usahakan menghadap qiblat, atau
kalau bisa, sebelumnya bersih-bersih, mandi, memakai pakaian yang rapi, dan
wewangian. Kemudian buka mushaf dengan membaca taawudz dan basmalah
b.
Tajamkan penglihatan dan pusatkan kepada ayat yang hendak
dihafal sedikit demi sedikit hingga dalam pikiran (otak) tidak tergambar
apa-apa selain ayat itu. Usahakan, jangan sampai sedikit pun terbuka celah
untuk masuknya hal lain ke dalam pikiran.
c.
Baca ayat itu dengan perlahan-perlahan dalam hati,
kemudian pejamkan mata dalam keadaan hati tetap membacanya sesuai dengan
kemampuannya menangkap gambar yang disampaikan oleh mata melalui otak.
d.
Kemudian lafazkan ayat itu dengan lisan secara
perlahan-lahan dan dengan suara pelan, dan terus ulang-ulanglah sesuai
kebutuhan hingga melekat dan jinak di lidah dengan baik. Kemudian lafazhkan
dengan suara keras. Insyaallah ketika itu anda telah hapal.
Ayat yang sedang dihafal banyak
yang tidak sama ukurannya. Ada yang sedang, ada yang panjang, dan ada yang
pendek. Proses dzikir pada ayat yang pendek, terkesan mudah,
sehingga mengabaikan konsentrasi penuh. Justru ini masalah, karena dikhwairkan
akan mudah lupa. Dan ayat yang panjang, kadang-kadang memunculkan perasaan
berat, sehingga konsentrasi pun terpecah. Ini pun berbahaya, karena tentu saja
akan memperlambat proses dzikir. Dan ayat yang sedang, juga
batasan-batasannya relative, bisa jadi menurut sebagian orang sedang, sebagian
pendek, dan sebagian lagi panjang. Oleh karena itu, banyaknya ayat untuk sekali
proses dzikir jangan dibatasi oleh ayat, tetapi disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki. Atau alternatif lain adalah dengan cara perkalam atau
perbaris. Terserah, mau sekali proses hanya sebaris, dua baris, atau langsung
satu halaman.
Selain dengan mata, dzikir pun
dapat dilakukan dengan memanfaatkan pendengaran. Namun, tentunya juga perlu ada
orang lain yang membacakan ayatnya, baik langsung maupun rekaman. Bahkan jika dzikir pendengaran
ini kemudian dilanjutkan dengan penglihatan, maka akan lebih baik lagi, karena
antara satu sama lain akan saling melengkapi. Ketika penerimaan pendengaran
kurang baik hingga menimbulkan keraguan, maka akan menjadi yakin setelah
melihatnya. Begitu juga, ketika penglihatan tidak kuat menangkap gambar ayat,
maka pendengaran akan menguatkannya.
Proses dzikir tidak
menuntut harus mengetahui makna atau terjemah ayat. Oleh karenanya, meskipun
metode dzikir ini awalnya diperuntukan bagi usia tertentu,
sebagian anak-anak yang sudah lancar membaca al-Quran pun bisa melakukannya
dengan bimbingan mursyid. Selanjutnya, untuk lebih memudahkan
proses dzikir, terlebih dahulu baca ayatnya minimal tiga kali
sambil diperhatikan letak posisinya, hukum bacaannya, atau bahkan hayati
maknanya bagi yang mampu, termasuk memperhatikan kedudukan setiap lafazhnya
menurut tinjauan ilmu Nahwu dan Sharaf.
2.
Mujahadah
Proses dzikir tidak
selamanya berjalan mulus. Kadang konsentrsi berkurang, pemusatan melemah,
stamina menurun, otak lelah, hingga pemusatan terpadu pun berantakan. Dalam
kondisi seperti itu, jangan lantas menyurutkan semangat untuk terus berusaha.
Maka di sinilah harus ada yang dinamakan Mujahadah, yaitu semangat yang
membara, bersungguh-sungguh, bekerja sekuat tenaga, mengerahkan segala
kemampuan, dan berdaya upaya sampai titik penghabisan.
Sulit dan tidaknya
menghafal jangan dipersoalkan, yang penting jangan menghentikan kegiatan
menghafal yang sedang berlangsung. Sesulit apa pun harus tetap maju,
pantang mundur, meskipun telah gagal lebih dari seribu kali. Karena sebetulnya
sulit itu muncul akibat kurang konsentrasi. Coba usahakan buat kondisi setenang
mungkin hingga dapat konsentrasi penuh, lalu lakukan dzikir sebagaimana
telah dijelaskan di atas, insyaallah akan ada sesuatu yang berbeda.
Konsentrasi yang maksimal hanya ada apabila dibiasakan dan dilatih
terus-menerus, misalnya dengan cara belajar membiasakan berusaha khusyu’ dalam
shalat.
Mujahadah dapat
diartikan juga jihad atau berperang melawan musuh-musuh yang menyerang sewaktu
kegiatan menghapal hendak dimulai atau sedang berlangsung. Musuh-musuh tersebut
antara lain:
a. Malas, biasanya datang sebelum kegiatan menghafal
berlangsung sehingga mengakibatkan kegiatan tertunda bahkan gagal dilaksanakan.
Malas adalah pengaruh dari bisikan setan yang diperturutkan. Banyak
cara yang dapat dijalankan dalam memeranginya, tapi yang terpenting adalah
membendung hati serapat mungkin agar tidak dapat ditembus oleh bisikan setan
selembut apa pun.
b. Mengantuk, biasanya
datang di pertengahan menghafal atau sesaat setelah dimulai. Mengantuk ini
seringkali terjadi disebabkan kurang istirahat, terlalu capek, dan kebanyakan
makan. Tapi adakalanya, mengantuk datang tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
Kadang aneh, sebelum mushaf dibuka, tidak mengantuk, mata terasa
segar, bahkan sempat tertawa-tawa, tapi ketika mushaf telah dibuka dan ayat
telah dibaca, maka mulut mulai menguap, dan mata mendadak lemah seakan-akan
tidak pernah segar sebelumnya. Mungkin akibat kurang konsentrasi. Namun yang
jelas, mengantuk ini merupakan salah satu bentuk godaan yang dihembuskan setan
agar kegiatan menghafal berlangsung tidak sempurna atau gagal.
c. Melamun, biasanya muncul dalam kondisi capek. Ingin hati cepat
selesai 30 juz, apa daya se-halaman pun susah. Otak ngedrop, tidak ada
semangat, tugas banyak. Itu pingin bisa , ini pingin bisa, tapi satu pun belum
dapat direalisasikan, karena ternyata sangat sulit diwujudkan. Dalam kondisi
itu, biasanya melamun dapat sedikit menenangkan. Dalam lamunan tergambar
seandainya sudah selesai hapal 30 juz, dapat prestasi, dapat uang banyak,
bisnis sukses, jadi sarjana, punya pesantren, hidup penuh kebahagian dan
kecukupan. Hai….! Bangun, cita-cita dan harapan tidak akan terwujud
dengan melamun. Baca istighfar…….!!! Anda harus malu kalau anda menghafal tapi
belum merasakan lelah, letih, dan getirnya, karena berarti anda belum
benar-benar Mujahadah.Balaslah semua hambatan itu dengan senyuman, dan
tetap semangat.
d. Keterbatasan Waktu,
Setiap orang sehari semalam, waktunya tidak lebih dari 24 jam. Sebagian orang
ada yang dapat menyelesaikan hal-hal besar dalam waktunya itu, dan sebagian
lagi dalam waktunya itu mengurus diri sendiri saja tidak bisa. Dalam menghafal
al-Qur’an jangan merasa tidak mempunyai cukup waktu. Kesibukan jangan dijadikan
alasan. Coba atur waktu anda dengan baik.
e. Ketidakcocokan Lingkungan,
Itu nafsu, jangan dimanjakan. Ketika mengalami suatu kendala, jangan suka
menyalahkan, dan mengandai-andai sesuatu yang tidak-tidak.
f.
Sakit, Hal ini sudah biasa bagi santri,
dan suka dijadikan alasan untuk tidak mengaji dan tidak menghafal..
Kadang-kadang aneh juga, sebagian santri hanya sembuh apabila telah diidzinkan
pulang. Itu tidak baik, jangan dibiasakan. Penyakit harus dilawan pantang
mundur.
C.
Senantiasa
berharap dan berdoa
Pada saat-saat
tertentu, kadang ditemukan proses menghafal yang benar-benar sulit. Sudah
masuk, lepas lagi. Sudah hafal, lupa lagi. Sampai mempengaruhi kondisi fisik
menjadi tidak stabil, pusing, mual, dan lain sebagainya. Maka,
teruskan usaha, sering-sering berdoa, baik di waktu-waktu khusus maupun umum. Mintalah
doa sama orang tua, guru-guru, orang-orang shaleh, dan
teman-teman. Juga sebaliknya, kita harus mendoakan mereka. Bacalah doa dan
shalawat sebelum dan sesudah mengaji dengan khusuk dan khidmat.
Renungkan maknanya dengan hati, jangan asal bunyi. Yakinlah bahwa
sesungguhnya Allah SWT itu dekat, lebih dekat dari urat nadi, Maha Mendengar
setiap doa yang dipanjatkan, dan Maha Mengetahui segala isi hati.
Diriwayatkan bahwa Ali
Ibn Abi Thalib bertaka kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulallah, al-Qur’an sering
lepas dari dadaku”. Rasulullah SAW bersabda: “Akan aku ajarkan kepadamu doa-doa
yang menyebabkan Allah SWT akan memberikan kemanfaatan bagimu dan orang-orang
yang kamu ajari doa-doa ini”. Ali berkata: “Ya, dengan bapakku, engkau ku
tebus, dan ibuku”. Rasulullah SAW bersabda: “Shalatlah pada malam jum’at
sebanyak empat rakaat. Rakaat pertama membaca al-Fatihah dan Yasin, rakaat
kedua membaca al-Fatihah dan al-Dukhan, rakaat ketiga membaca al-Fatihah dan
Alif Lam Mim Tanzil, dan rakaat keempat membaca al-Fatihah dan Tabarak. Setelah
selesai, memujilah kepada Allah, shalawat ke para Nabi, dan beristighfarlah
untuk orang-orang mukmin, kemudian bacalah doa ini:
اَللَّهُمَّ
ارْحَمْنِي بِتَرْكِ الْمَعَاصِي أَبَدًا مَّا أَبْقَيْتَنِي، وَارْحَمْنِي مِنْ
أَنْ أَتَكَلَّفَ مَا لاَ يَعْنِينِي،
وَارْزُقْنِي
حُسْنَ النَّظْرِ فِيمَا يُرْضِيكَ عَنِّي أَللَّهُمَّ بَدِيعَ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ يَا ذَا الجَلَالِ
وَالْأِكْرَامِ، وَالْعِزَّةِ الَّتِي لَا
تُرَامُ، أَسْأَلُكَ يَا اَللهُ يَا رَحْمَنُ بِجَلاَلِكَ وَنُورِ وَجْهِكَ أَنْ
تُلْزِمَ
قَلْبِي حُبَّ كِتَابِكَ كَمَا عَلَّمْتَنِي
وَارْزُقْنِي أَنْ أَتْلُوَهُ عَلَى النَّحْوِ الَّذِي يُرْضِيكَ عَنِّي
وَأَسْأَلُكَ أَنْ تُنَوِّرَ بِالْكِتَابِ
بَصَرِي وَتُطْلِقَ بِهِ لِسَانِي وَتُفَرِّجَ بِهِ عَنْ قَلْبِي وَتَشْرَحَ بِهِ
صَدْرِي وَتَسْتَعْمِلَ بِهِ بَدَنِي
وَتُقَوِّيَنِي عَلَى ذَلِكَ وَتُعِينَنِي عَلَيهِ فَإِنَّهُ لاَ يُعِينُنِي عَلَى
الْخَيرِ
غَيرُكَ وَلاَ يُوَفِّقَ لَهُ إِلَّا أَنْتَ
Kerjakanlah selama
tiga jum’at, lima, sampai tujuh jum’at, niscaya Allah SWT akan memberikan
hapalan yang kuat kepadamu, dan aku belum pernah salah memberikan yang terbaik
untuk seorang mukmin”. Setelah tujuh jum’at, kemudian Ali datang kembali dan
menceritakan bahwa hapalannya kini sangat kuat, baik al-Quran maupun hadits.
Maka Nabi SAW bersabda: “Seorang mukmin, demi Rabb Ka’bah, telah mengajari Abi
Hasan, telah mengajari Abi Hasan”.
D.
Meningkatkan Ibadah
Menghafal al-Qur’an
adalah amal yang begitu mulia, dan ibadah yang mempunyai kedudukan khusus di
sisi Allah SWT. Sudah selayaknya mewujudkannya pun harus dengan aktifitas
ibadah pula. Perbanyak kwantitasnya, tingkatkan kwalitasnya. Shalatnya,
puasanya harus ditambah. Sabar, dan senantiasa mengharap pertolongan Allah SWT.
Berakhlaklah dengan akhlak al-Qur’an. Al-Qur’an jangan sekedar dibaca dan
diulang-ulang dengan lidah. Bukan untuk mencari dunia, tapi dicari oleh dunia.
Temukan keindahan-keindahan tiada tara di balik setiap lafazhnya, pasti akan
terpesona, dan hati tidak bepaling kepada selainnya. Insyallah,hafalan
akan kuat dan menentramkan.
E.
Menghindari Maksiat
Salah satu penyebab
sulitnya menghafal adalah maksiat. Iman Syafi’i dalam sya’irnya menceritakan
pengalamannya dalam menghafal. Katanya, hafalannya begitu buruk, sulit
mendapatkannya, dan mudah hilangnya. Lalu ia adukan masalahnya itu kepada
gurunya yang bernama Wakai’. Kemudian gurunya menunjukan agar Imam Syafi’i
meninggalkan maksiat. Karena sesungguhnya ilmu, terlebih al-Qur’an, adalah
cahaya di atas cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang
melakukan maksiat.
F.
Tawakkal
Setelah semua usaha
dilakukan, serahkan hasilnya kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan
mencukupkan. Jangan meresa kecewa ketika hafalan belum dapat padahal sudah
berusaha keras. Teruskan usaha itu sambil hati berserah kepada Allah SWT. Allah
SWT Maha tahu mana yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Jangan putus asa dan
patah semangat manakala hapalan tak kunjung usai. Baru berapa kali kita
mengulang-ulang ayat itu? 10 kali? 20 kali? 100 kali? 1000?, itu masih sedikit,
tidak sebanding dengan nikmat Allah SWT yang telah diberikannya. Ketika,
misalnya, kita baru hafal pada pengulangan ke-seratus, kita jangan
menyangka bahwa pengulangan yang pertama tidak berarti. Justru sebaliknya, satu
kali pengulangan adalah lebih berarti dari bumi beserta isinya. Apabila ada
seseorang sedang memecahkan batu dengan sebuah palu besar, satu kali pukulan
tidak berpengaruh apa-apa, dua kali juga sama saja, tiga kali, empat kali,
kemudian setelah pukulan ke-sepuluh baru batu tersebut pecah. Apakah
pukulan-pukulan sebelumnya tidak berpengaruh? Jelas, berpengaruh. Ingat, tidak
akan ada pukulan yang ke-sepuluh kalau tidak ada pukulan yang pertama, ke dua,
dan seterusnya.
II.
METODE IMTIHAN/UJIAN HIFZHIL QUR’AN MA’HAD
AL-ASKAR
A.
Tujuan Pengadaan Metode Imtihan
Hifzh al-Qur’an
Adapun maksud dan tujuan Ma’had AL-ASKAR
menerapkan adanya sistem imtihan hifzhil Qur’an ini adalah Pertama, untuk mengetahui ke-shohihan hafalan
santri (Shihhatul hifzh) dari berbagai macam bentuk kesalahan, baik kesalahan
dalam harakat, kata, kalimat ataupun ke-alfaan suatu kata dari setiap ayat-ayat
al-Qur’an yang sudah dihafalkan. Kedua,
untuk mengetahui kualitas hafalan (dhobthul/itqonul Hifhz), khususnya ketika hafalan
diuji dengan system acak (rundum). Ketiga,
untuk mengetahui mental santri terkait dengan hafalan al-Qur’annya, apakah
santri sudah siap untuk kembali diabdikan untuk umat atau belum???.
B.
Sistem Ujian Berjenjang
1. Imtihan per-satu
juz, maksudnya adalah bahwa setiap santri yang
sudah menyelesaikan setoran hafalannya sampai dengan satu juz (setiap hafalan
bertambah satu juz), santri diberi kesempatan untuk mengikat hafalan satu juz
terakhirnya dengan muraja’ah khusus, untuk selanjutnya diuji kualitasnya sebelum
menambah dan melanjutkan hafalannya pada juz atau target hafalan berikutnya. Sistem
ini berlaku pada setiap santri yang sudah memenuhi target hafalan 1 juz dan
siap untuk di uji. Imtihannya dilakukan di depan semua santri, dan yang menguji
adalah pembina tahfizh Ma’had AL-ASKAR dan
ditambahkan oleh semua santri yang menyaksikan imtihan tersebut.
2. Imtihan per-lima
Juz, maksudnya bahwa setiap santri yang sudah
menghafal al-Qur’an sebanyak lima juz, tidak dibolehkan untuk melanjutkan
hafalannya ke juz atau target berikutnya sebelum mengikuti imtihan per-lima
juz, dan ini akan berlangsung secara terus-menerus setiap hafalan bertambah
lima juz. Lebih jelasnya santri diwajibkan mengikuti imtihan sampai dengan
beberapa tahap hingga khatam, Yaitu tahap awal juz 1 s/d juz 5, tahap kedua juz
6 s/d juz 10, tahap ketiga juz 11 s/d juz 15, tahap keempat juz 16 s/d juz 20,
tahap kelima juz 21 s/d juz 25 dan tahap terakhir juz 1 s/d 30. Sama halnya
dengan sistem imtihan per-satu juz, Sistem imtihan ini juga berlaku pada setiap
santri yang sudah memenuhi target hafalan per-lima juz dan siap untuk diuji.
Imtihannyapun dilakukan di depan semua santri, dan yang menguji adalah pembina
tahfizh Ma’had AL-ASKAR dan ditambahkan
oleh semua santri yang menyaksikan imtihan tersebut.
3. Ujian
Umum atau imtihan ‘amm, adalah lanjutan dari kedua
sistem imtihan sebelumnya, yaitu ketika santri sudah mengikuti imtihan tahap
pertama dan kedua dari sistem ujian per-lima juz, maka sebelum melanjutkan
hafalannya ke target hafalan berikutnya, santri diwajibkan mengikuti ujian umum,
yaitu imtihan hafalan dari juz awal sampai dengan juz akhir dari hafalannya.
Rinciannya adalah ujian dari juz 1 s/d juz 10, juz 1 s/d juz 15, juz 1 s/d juz
20, juz 1 s/d juz 25 dan juz 1 s/d juz 30 (untuk yang terakhir ini masuk dalam
sistem imtihan berikutnya. Sama halnya dengan sistem imtihan per-satu juz dan
lima juz, Sistem imtihan ini juga berlaku pada setiap santri yang sudah
memenuhi target hafalan per-10 juz, 15 juz dst, dan siap untuk diuji.
Imtihannyapun dilakukan di depan semua santri, dan yang menguji adalah pembina
tahfizh Ma’had AL-ASKAR dan ditambahkan
oleh semua santri yang menyaksikan imtihan tersebut.
C.
Sistem Ujian Akhir (Komprensif
30 Juz)
Untuk sistem ujian akhir ini, diberlakukan
hanya bagi santri yang sudah menyelesaikan hafalan al-Qur’annya sampai dengan
30 juz. Oleh tim penguji AL-ASKAR, sistem ujian komprensif 30 juz ini dibagi
menjadi tiga bagian. Bagian pertama ujian juz 1 sampai juz 10, bagian kedua juz
11 sampai juz 20, dan bagian ketiga adalah juz 21 sampai dengan juz 30.
D.
Standar Kelulusan dalam Imtihan
Terkait dengan standar kelulusan dalam setiap
sistem imtihan yang disebutkan sebelumnya, untuk ukuran kelulusannya ditetapkan
berdasarkan ketentuan nilai standar yang di tentukan oleh tim penguji imtihan
santri Ma’had AL-ASKAR, yaitu :
1.
Mumtaz : Nilai
85 s/d 99 : Maksimal satu
kesalahan dalam setiap soal
2.
Jayyid Jiddan : Nilai
75 s/d 84 : Maksimal dua kesalahan
dalam setiap soal
3.
Jayyid :
Nilai 65 s/d 74 : Maksimal
tiga kesalahan dalam setiap soal
4.
Maqbul :
Nilai 55 s/d 64 :
Maksimal 4 / 5 kesalahan dalam setiap soal
5.
Dhoif /Rosib : Nilai
45 s/d 55 : Lebih dari
lima kesalahan (tidak lulus)
Keterangan :
v
Untuk nilai standar kelulusan di atas juga diberlakukan pada jadwal
kegiatan setoran harian santri, khususnya untuk setoran ziyadah (maksudnya,
ketika setoran ziyadah harian santri tidak memenuhi standar/terdapat kesalahan
dan kekeliruan dalam hafalan lebih dari 4 atau 5 kesalahan, maka santri
diwajibkan untuk mengulang setorannya dihari berikutnya dan tidak diperkenankan
untuk menambah/ziyadah hafalan baru berikutnya sebelum memenuhi standar
kelulusan atau tahsin hafalan.
v
Ketika program Imtihan hifzhil Qur’an di atas diberlakukan dan diterapkan
sesuai ketentuannya, maka insyaAllah kualitas dari hafalan santri akan terus
terjaga. Artinya disini kita tidak ragu lagi akan kualitas hafalan santri
(mereka akan hafal al-Qur’an dan insyaAllah benar-benar hafal dan langsung
lancar). Akan tetapi,
v
Ketika program imtihan Hifzhil Qur’an tersebut berjalan sesuai
ketentuannya, maka secara tidak langsung, target Yayasan Ma’had AL-ASKAR yang
mengharuskan santri hafal Qur’an dalam jangka 2 tahun, sepertinya akan sulit
untuk terpenuhi (kecuali orang-orang khusus yang diberikan keistimewaan lebih
oleh Allah SWT). Mengingat banyaknya waktu yang harus digunakan oleh santri
untuk mempersiapkan diri dan hafalannya dalam setiap imtihan. Misalnya : untuk imtihan per-1 juz, santri harus mempersiapkan
diri minimal 3 hari sampai 1 minggu untuk mendapatkan nilai standar. Dan selanjutnya
santri harus mempersiapkan diri untuk mengikuti imtihan
per-5 juz dan imtihan umum.
Pada imtihan ini, setidaknya santri harus mempersiapkan diri minimal 1 atau 2
minggu bahkan bisa sampai 1 atau 2 bulan untuk mendapatkan nilai standar kelulusan
yang Mumtaz atau Jayyid Jiddan.
Dengan demikian,
v
Kami dari pembina tahfizhil Qur’an AL-ASKAR dan semua santri mengharap
maklum kepada Yayasan Ma’had AL-ASKAR, agar ke depannya tidak membebankan
kepada kami semua yang mengharuskan santri khatam hafalan Qur’annya dalam waktu
2 tahun, tapi mengalihkan beban hafalan santri dari segi kualitasnya. Akan
tetapi tidak menutup kemungkinan hal itu tetap kami jaga dan usahakan
semaksimal mungkin agar target tersebut tetap kita pertahankan. Semua peraturan
dan perbaikan sistem imtihan ini dibuat berdasarkan instruksi dari penasehat
dan tim penguji hifzhil Qur’an santri Ma’had AL-ASKAR, yang diketuai oleh Ustadz H. Buchori Yusuf Lc., MA.
III.
Kegiatan-kegiatan Penunjang Santri Ma’had
AL-ASKAR
- Kewajiban mengabdikan diri untuk memakmurkan masjid AL-ASKAR di Pondok Bambu Jakarta dengan bertindak sebagai Muazzin dan Imam, dengan program bergilir dua orang santri setiap bulan.
- Megikuti semua program ta’lim yang ada di Ma’had bersama para ustad pembina Ma’had AL-ASKAR, di antaranya : ta’lim bahasa Arab, pengajian kitab kuning, pelatihan tilwatil Qur’an, dan program ta’lim lainnya.
- Mengikuti ta’lim tahunan bersama Syekh Yusuf Muhammad dari Madinah al-Munawwarah di kompleks perumahan AL-ASKAR Pondok Bambu Jakarta.
- Program pengajian dan pembacaan surah al-Fatihah dan Yasin, diteruskan dengan pembacaan doa dan selanjutnya pelatihan Muballig dan diskusi agama (bergilir dua orang santri ditugaskan untuk memberikan materi ke-Islaman, bertindak sebagai nara sumber) setiap malam Jumat ba’da magrib sampai dengan selesai.
- Kewajiban untuk memakmurkan masjid-masjid yang ada di daerah setiap hadirnya bulan Ramadhan, sesuai dengan permintaan yang ada setiap tahunnya, dengan bertindak sebagai Imam Sholat Tarawih dan sholat malam lainnya.
- Program praktek berkebun setiap hari selasa dan Jumat dengan memanfaatkan lahan yang disediakan oleh Yayasan AL-ASKAR, untuk selanjutnya dijadikan sebagai wadah bersilaturahmi dengan warga setempat.
- Kegiatan refreshing, seperti out bond, rihlah pendidikan (berkunjung dan bersilaturrahmi ke pesantren-pesantren sebagai wadah untuk menambah wawasan pendidikan), kerja bakti dan gotong royong bersama warga sekitar, dan lain sebagainya.
- Program-program tambahan lainnya, yang Iansya Allah menjadi target kegiatan berikutnya, di antaranya:
1. Bertugas menjadi ta’mir
(Muazzin dan Imam) masjid di salah satu Masjid Yayasan di Alutista – Cawang,
Jakarta.
2. Bertugas menjadi
pembimbing agama Islam khusus untuk para muallaf dari daerah diluar Jawa yang
ada di penampingan Muallaf di Jakarta
3. Dan lain sebagainya,
khususnya untuk kepentingan umat.
Alhamdulillah
BalasHapuspanduan yang sangat membantu... semoga ini menjadi motivasi bagi kita semua...
BalasHapusmasha allah, 1 hari 10 juz
BalasHapus